Law on Societal Organizations

For optimal readability, we highly recommend downloading the document PDF, which you can do below.

Document Information:


– 1 –

UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh
Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa dala m menjalankan hak dan kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap orang
wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain
dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara ;
c. bahwa sebagai wadah dalam menjalankan kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,
organisasi kemasyarakatan berpartisipasi dalam
pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila;
d. bahwa Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu
diganti;
e. bahwa berdasarkan pertim bangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang -Undang tentang Organisasi
Kemasyarakatan;

Mengingat . . .

– 2 –

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E
ayat (3), dan Pasal 28J Undang -Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG -UNDANG TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang -Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas
adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh
masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya
tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
2. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah
peraturan dasar Ormas.
3. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART
adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD
Ormas.
4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah . . .

– 3 –

5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota ,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di b idang dalam negeri.

BAB II
ASAS, CIRI, DAN SIFAT
Pasal 2
Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .

Pasal 3
Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan
kehendak dan cita -cita Ormas yang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang -Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 .

Pasal 4
Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan
demokratis .

BAB III
TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ormas bertujuan untuk:
a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
b. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
c. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa;

d. melestarikan . . .

– 4 –

d. melestari kan dan memelihara norma, nilai , moral, etika , dan
budaya yang hidup dalam masyarakat;
e. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
f. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan
toleransi dalam kehidupan ber masyarakat;
g. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan
kesatuan bang sa; dan
h. mewujudkan tujuan negara.

Pasal 6
Ormas berfungsi sebagai sarana:
a. penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota
dan/atau tujuan organisasi;
b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan
tujuan organisasi;
c. penyalur aspirasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat;
e. pemenuhan pelayanan sosial;
f. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara.

Pasal 7
(1) Ormas memiliki bidang kegiatan sesuai dengan AD/ART
masing -masing .
(2) Bidang kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan sifat, tujuan , dan fungsi Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 .

Pasal 8
Ormas memiliki lingkup :
a. nasional;
b. provinsi; atau
c. kabupaten/kota.
BAB IV . . .

– 5 –

BAB IV
PENDIRIAN
Pasal 9
Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau
lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.

Pasal 10
(1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat
berbentuk:
a. badan hukum; atau
b. tidak berbadan hukum.
(2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
a. berbasis anggota; atau
b. tidak berbasis anggota.

Pasal 1 1
(1) Ormas berbadan hukum sebagaima na dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk :
a. perkumpulan; atau
b. yayasan.
(2) Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis
anggota.
(3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b di dirikan dengan tidak berbasis
anggota.
Pasal 1 2
(1) Badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf a didirikan dengan memenuhi
persyaratan:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang
memuat AD dan ART;

b. program . . .

– 6 –

b. program kerja;
c. sumber pendanaan;
d. surat keterangan domisili;
e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan; dan
f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa
kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
(2) Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
meminta perti mbangan dari instansi terkait.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum
perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan undang -undang.

Pasal 13
Badan hukum yayasan seb agaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1 ) huruf b diatur dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang -undangan.

Pasal 14
(1) Dalam upaya mengoptimalkan peran dan fungsinya, Ormas
dapat membentuk suatu wadah berhimpun.
(2) Wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak harus tunggal , kecuali ditentukan lain dalam undang –
undang.

BAB V . . .

– 7 –

BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 15
(1) Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah
mendapatkan pengesahan badan hukum .
(2) Pendaftaran Ormas berbadan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang -undangan.
(3) Dalam hal telah memperoleh status badan hukum, Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan
surat keterangan t erdaftar.

Pasal 16
(1) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b
dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar.
(2) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memenuhi persyaratan:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang
memuat AD atau AD dan ART ;
b. program kerja;
c. susunan pengurus ;
d. surat keterangan domisili;
e. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;
f. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan
atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan
g. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
(3) Surat keterangan terdaftar sebagaimana dim aksud pada
ayat (1) diberikan oleh:
a. Menteri bagi Ormas yang memiliki lingkup nasional;
b. gubernur bagi Ormas yang memiliki lingkup provinsi;
atau
c. bupati/walikota bagi Ormas yang memiliki lingkup
kabupaten/kota.

Pasal 17 . . .

– 8 –

Pasal 17
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan
verifikasi dokumen pendaftaran paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen
pendaftaran.
(2) Dalam hal dokumen permohonan belum l engkap Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meminta Ormas pemohon untuk
melengkapi nya dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari
kerja terhitung sejak tanggal penyampaian
ketidaklengkapan dokumen permohonan.
(3) Dalam hal Ormas lulus verifikasi, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan surat keterangan terdaftar dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 1 8
(1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum yang tidak
meme nuhi persyaratan untuk diberi surat keterangan
terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan
pendataan sesuai dengan alamat dan domisili.
(2) Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh camat atau sebutan lain .
(3) Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. nama dan alamat organisasi;
b. nama pendiri;
c. tujuan dan kegiatan; dan
d. susunan pengurus.

Pasal 1 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan
pendataan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ,
Pasal 17, dan Pasal 18 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI . . .

– 9 –

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 20
Ormas berhak:
a. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara
mandiri dan terbuka;
b. memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan
lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan;
c. memperjuangkan cita -cita dan tujuan organisasi;
d. melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
e. mendapatkan pe rlindungan hukum terhadap keberadaan
dan kegiatan organisasi; dan
f. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah
Daerah , swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka
pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

Pasal 21
Ormas berkewajiban:
a. melaksanakan kegiata n sesuai dengan tujuan organisasi;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma
kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat;
d. menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam
masyarakat;
e. melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan
akuntabel; dan
f. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.

BAB VII . . .

– 10 –

BAB VII
ORGANISASI, KEDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Organisasi
Pasal 22
Ormas memiliki struktur organisasi dan kepengurusan.

Pasal 2 3
Ormas lingkup nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah provinsi di
seluruh Indonesia .
Pasal 24
Ormas lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b memiliki struktur o rganisasi dan kepengurusan paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi .

Pasal 2 5
Ormas lingkup kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf c memiliki struktur organisasi dan kepengurusan
paling sedikit dalam 1 (satu) kecamatan .

Pasal 26
Ormas dapat memiliki struktur organisasi dan kepengurusan di
luar negeri sesuai dengan kebutuhan organisasi dan ketentuan
peraturan perundang -undangan.

Pasal 27
Ormas dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perund ang -undangan .

Bagian Kedua . . .

– 11 –

Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2 8
Ormas ber kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia
yang ditentukan dalam AD .

Bagian Ketiga
Kepengurusan
Pasal 29
(1) Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara
musyawarah dan mufakat.
(2) Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua atau sebutan lain;
b. 1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain; dan
c. 1 (satu) or ang bendahara atau sebutan lain.
(3) Kep engurus an Ormas di setiap tingkatan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) bertugas dan bertanggung jawab
atas pengelolaan Ormas .

Pasal 30
(1) Struktur kepengurusan, sistem pergantian, hak dan
kewajiban pengurus, wewenang , pembagian tugas, dan hal
lainnya yang berkaitan dengan kepengurusan diatu r dalam
AD dan /atau ART.
(2) Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan , susunan
kepengurusan yang baru diberitahukan kepada
kementerian , gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dalam jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan
kepengurusan.

Pasal 31 . . .

– 12 –

Pasal 31
(1) Pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan dari
kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan
dan/atau mendirikan Ormas yang sama.
(2) Dalam hal pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk
kepengurusan dan/atau mendirikan O rmas yang sama,
keberadaa n kepengurusan dan/atau Ormas yang sama
tersebut tidak diakui oleh Undang -Undang ini.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi,
kedudukan, dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 2 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam AD dan /atau
ART.

BAB VIII
KEANGGOTAAN
Pasal 33
(1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota
Ormas.
(2) Kean ggotaan Ormas bersifat sukarela dan terbuka .
(3) Keanggotaan Ormas diatur dalam AD dan /atau ART.

Pasal 34
(1) Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang
sama.
(2) Hak dan kewajiban anggota Ormas diatur dalam AD
dan /atau ART.

BAB IX . . .

– 13 –

BAB IX
AD DAN ART ORMAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3 5
(1) Setiap Ormas yang berbadan hukum dan yang terdaftar
wajib memiliki AD dan ART.
(2) AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
paling sedikit:
a. nama dan lambang;
b. tempat kedudukan;
c. asas , tujuan , dan fungsi ;
d. kepengurusan;
e. hak dan kewajiban anggota ;
f. pengelolaan keuangan;
g. mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan
internal ; dan
h. pembubaran organisasi .

Bagian Kedua
Perubahan AD dan ART Ormas
Pasal 3 6
(1) Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi
pengambilan keputusan Ormas.
(2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus di lapor kan ke pada kementerian , gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam
jangka waktu paling lama 60 ( enam puluh) hari terhitung
sejak terjadinya perubahan AD dan ART .

BAB X . . .

– 14 –

BAB X
KEUANGAN
Pasal 3 7
(1) Keuangan Ormas dapat bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. bantuan/sumbangan masyarakat;
c. hasil usaha Ormas;
d. bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
e. kegia tan lain yang sah menurut hukum ; dan/atau
f. anggaran pendapatan belanja negara dan/atau ang garan
pendapatan belanja daerah .
(2) Keuangan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dikelola secara transparan dan akuntabel .
(3) Dalam hal melaks anakan pengelolaan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas menggunakan
rekening pada bank nasional.

Pasal 3 8
(1) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana dari
iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 7
ayat (1) huruf a , Ormas wajib membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar
akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau
ART.
(2) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola
bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 7 ayat (1) huruf b , Ormas wajib
mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara
berkala.
(3) Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 7 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -und angan.

BAB XI . . .

– 15 –

BAB XI
BADAN USAHA ORMAS
Pasal 39
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan
hidup organisasi, Ormas berbadan hukum dapat mendirikan
badan usaha.
(2) Tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam AD dan/ atau ART.
(3) Pendirian badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan.

BAB XII
PEMBERDAYAAN ORMAS
Pasal 40
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan
menjaga keberlangsungan hidup Ormas.
(2) Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek
sejarah, rekam jejak , peran , dan integritas Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. fasilitasi kebijakan;
b. penguatan kapasitas kelembagaan; dan
c. peningkatan kualitas sumber daya manusia.
(4) Fasilitasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3)
huruf a berupa peraturan perundang -undangan yang
mendukung pemberdayaan Ormas.

(5) Penguatan . . .

– 16 –

(5) Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 3) huruf b dapat berupa:
a. penguatan manajemen organisasi;
b. penyediaan data dan informasi;
c. pengembangan kemitraan;
d. dukungan keahlian , program, dan pendampingan;
e. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi;
f. pemberian penghargaan; dan/atau
g. penelitian dan pengembangan .
(6) Peningka tan kualitas sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 3) huruf c dapat berupa:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. pemagangan; dan /atau
c. kursus.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) sampai dengan ayat ( 6)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 4 1
(1) Dalam hal pemberdayaan , Ormas dapat bekerja sama atau
mendapat dukungan dari Ormas lainnya, masyarakat,
dan/atau swasta.
(2) Kerja sama atau d ukungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa pemberian penghargaan, program,
bantuan, dan dukungan operasional organisasi .

Pasal 42
(1) Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas untuk
meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi.
(2) Sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan oleh kementerian atau instansi
terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dalam negeri .
(3) Ketentuan . . .

– 17 –

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah .

BAB X III
ORMAS YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING
Pasal 4 3
(1) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat
me lakukan kegiatan di wilayah Indonesia.
(2) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;
b. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara
asing atau warga negara asing bersama warga negara
Indonesia; atau
c. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan
hukum asing.

Pasal 4 4
(1) Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf a
wajib memiliki izin Pemerintah.
(2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. izin prinsip; dan
b. izin operasional.
(3) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri setelah memperoleh
pert imbangan tim perizinan.
(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan.

Pasal 45 . . .

– 18 –

Pasal 4 5
(1) Untuk memperoleh izin prinsip, o rmas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf a harus
memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain
dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan
Indonesia;
b. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisas i yang
bersifat nirlaba.
(2) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang.
(3) Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebe lum izin
prinsip berakhir.
Pasal 4 6
(1) Izin operasional bagi ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 3 ayat (2) huruf a hanya dapat diberikan setelah
ormas mendapatkan izin prinsip.
(2) Untuk memperoleh izin operasional, ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf a harus memiliki
perjanjian tertulis dengan Pemerintah sesuai dengan
bidang kegiatannya.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan tidak melebihi jangka waktu izin prinsip dan
dapat diperpanjang.
(4) Perpanjangan izin operas ional s ebagaimana dimaksud
pada ayat (3 ) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum izin operasional tersebut berakhir.

Pasal 4 7
(1) Badan hukum o rmas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 3 ayat (2) huruf b dan huruf c disahkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia setelah
mendapatkan pertimbangan tim perizinan.
(2) Selain . . .

– 19 –

(2) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang –
undangan di bidang yaya san, pengesahan badan hukum
yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau
warga negara asing bersama warga negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf b
wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. warg a negara asing yang mendir ikan o rmas tersebut
telah tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun
berturut -turut;
b. pemegang izin tinggal tetap;
c. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh
warga negara asing atau warga negara asing bersama
warga negara Indonesia, yang berasal dari pemisahan
harta kekayaan pribadi pendiri paling sedikit senilai
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang
dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan
hukum pendiri mengenai kea bsahan harta kekayaan
tersebut;
d. salah satu jabatan ketua, sekretaris, a tau bendahara
dijabat oleh warga negara Indonesia ; dan
e. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas
berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak
merugikan masyarakat, bangsa, dan /atau negara
Indonesia.
(3) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang –
un dangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum
yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf c ,
wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. badan hukum asing yang mendirikan yayasan tersebut
telah beroperasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun
berturut -turut;
b. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan badan
hukum asing yang berasal dari pemisahan sebagian
harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan awal
yayasan paling sedikit se nilai Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat
pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai
keabsahan harta kekayaan tersebut;

c. salah . . .

– 20 –

c. salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara
dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
d. surat per nyataan pendiri bahwa kegiatan o rmas
berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak
merugikan masyarakat, bangsa, dan /atau negara
Indonesia.

Pasal 4 8
Dalam melaksanakan kegiatannya, ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) wajib bermitra dengan
Pemerintah dan Ormas yang didirikan oleh warga negara
Indonesia atas izin Pemerintah.

Pasal 49
Pembentukan tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 4 ayat (3) dan Pasal 4 7 ayat (1) dikoordinasikan oleh
m enteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
luar negeri.

Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan , tim perizinan, dan
pengesahan o rmas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 sampai dengan Pasal 49
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 5 1
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) berkewajiban:
a. menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang –
undangan;

c. menghormati . . .

– 21 –

c. menghormati dan menghargai nilai -nilai agama dan adat
budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia;
d. memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia;
e. mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan
dana; dan
f. membuat laporan kegiatan be rkala kepada P emerintah atau
Pemerintah Daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat
melalui media massa berbahasa Indonesia.

Pasal 5 2
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing s ebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang -undangan;
b. mengganggu kestabilan dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. melakukan kegiatan intelijen;
d. melakukan kegiatan politik;
e. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan
diplomatik;
f. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan
organisasi;
g. menggalang dana dari masyarakat Indonesia; dan
h. menggunakan sarana dan prasarana instansi atau le mbaga
pemerintahan.

BAB X IV
PENGAWASAN
Pasal 53
(1) Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Ormas atau
ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dilakukan pengawasan
internal dan eksternal.

(2) Pengawasan . . .

– 22 –

(2) Pengawasan internal terhadap Ormas atau ormas yang
didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme
organisasi yang diatur dalam AD/ART.
(3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau
Pemerintah Daerah .

Pasal 54
(1) Untuk menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas,
setiap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2)
memiliki pengawas internal.
(2) Pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk menegakkan kode etik organisasi dan
memutuskan pemberian sanksi dalam internal organisasi .
(3) Tugas dan kewenangan pengawas internal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan ART atau
peraturan organisasi.

Pasal 55
(1) Bentuk pengawasan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) dapat berupa pengaduan .
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 5 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan oleh masyarakat,
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas atau
ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 5 5 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB XV . . .

– 23 –

BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI
Pasal 57
(1) Dalam hal terjadi sengketa internal Ormas , Ormas
berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang
diatur dalam AD dan ART.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi
mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 58
(1) Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat
ditempuh melalui pengadilan negeri.
(2) Terhadap p utusan pengadilan negeri hanya dapat diajukan
upaya hukum kasasi.
(3) Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling
lama 9 0 ( sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan perkara dicatat di pengadilan negeri.
(4) Dalam hal putusan pengadilan negeri seb agaimana
dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi,
Mahkamah Agung wajib memutus dalam jangka waktu
paling lama 60 ( enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.

BAB XVI
LARANGAN
Pasal 59
(1) Ormas dilarang :
a. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan
bendera atau lambang negara Republik Indonesia
menjadi bendera atau lambang Ormas ;

b. menggunakan . . .

– 24 –

b. menggunakan nama, lambang , bendera, atau atribut
yang sama dengan nama, lambang , bendera, atau atribut
lembaga p emerintah an ;
c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang ,
bendera negara lain atau lembaga/badan internasional
menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas ;
d. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol
organisasi yang mempu nyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera,
atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi
terlarang ; atau
e. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda
gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau
tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
(2) Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama,
ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan
terhadap agama yang dia nut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu
ketenteraman dan ketertiban umum , atau merusak
fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang
penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan.
(3) Ormas dilarang:
a. menerima da ri atau memberikan kepada pihak mana pun
sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang -undangan; atau
b. mengumpu lkan dana untuk partai politik .
(4) Ormas dilarang menganut , mengembangkan , serta
menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan de ngan
Pancasila.

BAB XVII . . .

– 25 –

BAB XVII
SANKSI
Pasal 6 0
(1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup
tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif
kepada Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59 .
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan upaya
persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada
Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 6 1
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 0
ayat (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian bantuan dan/ atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan
status badan hukum.

Pasal 6 2
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 1
hur uf a terdiri atas :
a. peringatan tertulis kesatu;
b. peringatan tertulis kedua; da n
c. peringatan tertulis ketiga.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis
tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari.
(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis
sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
mencabut peringatan tertulis dimaksud.

(4) Dalam . . .

– 26 –

(4) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kesatu
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan
peringatan tertulis kedua.
(5) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kedua
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan
peringatan tertulis ketiga.

Pasal 6 3
(1) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kesatu
sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dapat menjatuhkan peringatan tertulis ke dua.
(2) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kedua
sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dapat menjatuhkan peringatan tertulis ke tiga.

Pasal 6 4
(1) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 2 ayat (5) dan
Pasal 6 3 ayat (2) , Pemerintah ata u Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan sanksi berupa :
a. penghentian bantuan dan/ atau hibah ; dan/atau
b. penghentian sementara kegiatan.
(2) Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/ atau
hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Pasal 6 5
(1) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara
kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional , Pemerintah wajib
meminta pertimbangan hukum dari Mahk amah Agung.
(2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas )
hari Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan
hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi
penghentian sementara kegiatan.
(3) Dalam . . .

– 27 –

(3) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara
kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi atau
kabupaten/kota, kepala d aerah wajib meminta
pertimbangan pimpinan D ewan Perwakilan Rakyat Daerah ,
kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan
tingkatannya .

Pasal 6 6
(1) Sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 4 ayat ( 1) huruf b dijatuhkan untuk
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Dalam hal jangka waktu penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat
melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas .
(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi sanksi penghentian
sementara kegiatan sebelum berakhirnya jangka waktu
seba gaimana dimaksud pada ayat ( 1), Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat mencabut sanksi penghentian
sementara kegiatan.

Pasal 6 7
(1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak mematuhi
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan
surat keterangan terdaftar.
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib meminta
pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebelum
menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Mahkamah Agung wajib memberikan pertimbangan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak
diterimanya permintaan pertimbangan hukum.

Pasal 68 . . .

– 28 –

Pasal 68
(1) Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi
penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan
sanksi pencabutan status badan hukum.
(2) Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan setelah adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum .
(3) Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana
dimak sud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia .

Pasal 69
(1) Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran
Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap .
(2) Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Pasal 70
(1) Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke
pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya at as permintaan
tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(2) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri
sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera
mencatat pendaftaran permohonan pembubaran sesuai
dengan tanggal pengajuan .

(3) Permohonan . . .

– 29 –

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
disertai bukti penjatuhan sanksi administra tif oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administra tif oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah, permohonan
pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima.
(5) Pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
pendaftaran permohonan pembubara n Ormas.
(6) Surat p emanggilan sidang pemeriksaan pertama harus
sudah diterima secara patut oleh para pihak paling lamba t
3 (tiga) hari sebelum pelaksa naan sidang.
(7) Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 6), Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk
membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di
persidangan.

Pasal 7 1
(1) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 0 ayat (1) harus diputus oleh pengadilan negeri
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
Pasal 7 2
Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran
Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 1 kepada
pemohon, termoho n, dan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh ) hari terhitung sejak
tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 73 . . .

– 30 –

Pasal 7 3
(1) Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 1 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
(2) Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya
hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
salinan putusan pengadilan negeri disampaikan ke pada
pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia paling lama 21 (dua puluh satu) hari ter hitung
sejak putusan diucapkan.

Pasal 7 4
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 3
ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan
pengadilan negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak.
(2) Dalam hal pengucapan putusan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud pada aya t (1) tidak dihadiri oleh
para pihak, permohonan kasasi diajukan dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak salinan
putusan diterima secara patut oleh para pihak.
(3) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didaftarkan pada pengadi lan negeri yang telah memutus
pembubaran Ormas.
(4) Panitera mencatat permohonan kasasi pada tanggal
diterimanya permohonan dan kepada pemohon diberikan
tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.
(5) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi
kepada panitera pengadilan dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan
dicatat.

Pasal 75 . . .

– 31 –

Pasal 7 5
(1) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori
kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 4 kepada
termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
didaftarkan.
(2) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi
kepada panitera pengadilan paling lama 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal memori kasasi diterima.
(3) Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra memori
kasasi termohon kepada pemohon kasasi d alam jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal
kontra memori kasasi diterima.
(4) Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori
kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara
yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung da lam jangka
waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak
tanggal permohonan kasasi didaftarkan atau paling lama
7 (tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima.

Pasal 7 6
(1) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 4
ayat ( 5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri
menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung
yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan
memori kasasi.
(2) Penyampaian surat keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka wak tu paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak berakhirnya batas waktu penyampaian
memori kasasi.

Pasal 7 7
(1) Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi
dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal p ermohonan
kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
(2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 5
harus diputus dalam jangka waktu paling lama
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
Pasal 78 . . .

– 32 –

Pasal 78
(1) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan
putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi diputus.
(2) Pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan putusan
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
pemohon kasasi, termohon kasasi, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lam a
2 (dua) hari kerja terhitung sejak putusan kasasi diterima.

Pasal 79
Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 3 ayat (2) huruf a
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 1 atau Pasal 5 2, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian kegiatan;
c. pembekuan izin operasional;
d. pencabutan izin operasional;
e. pembekuan izin prinsip;
f. pencabutan izin prinsip; dan/atau
g. sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang -undangan.

Pasal 8 0
Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 7 8
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi
untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh
warga negara asing atau warga negara asing bersama warga
negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan
hukum asing.

Pasal 81 . . .

– 33 –

Pasal 8 1
(1) Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus
Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan
oleh warga negara asing, baik sendiri -sendiri maupun
bersama -sama melakukan tindak pidana, dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan p erundang -undangan.
(2) Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus
Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan
oleh warga negara asing, baik sendiri -sendiri maupun
bersama -sama melakukan tindakan yang menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, pih ak yang dirugikan berhak
mengajukan gugatan perdata sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang -undangan.

Pasal 8 2
Ketentuan lebih lanjut mengenai penjatuhan sanksi Ormas,
ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, dan
Ormas badan hukum yayasan yang didirikan warga negara
asing atau warga negara asing bersama warga n egara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 0 sampai dengan Pasal 8 0
diatur dalam Peraturan Pe merintah.

BAB XVII I
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 8 3
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku :
a. Ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya
Undang -Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai
dengan ketentuan Undang -Undang ini ;
b. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad
1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan -Perkumpulan
Berbadan Hukum ( Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen )
yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dan konsisten mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tetap diakui keberadaan dan
kesejarahannya sebagai aset bangsa , tidak perlu melakukan
pendaftaran ses uai dengan ketentuan Undang -Undang ini;
c. surat . . .

– 34 –

c. Surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum
Undang -Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir
masa berlaku nya ; dan
d. ormas yang didirikan oleh warga negara asing , warga negara
asing bersama warga negara Indonesia, atau badan hukum
asing yang telah beroperasi harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang -Undang ini dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang -Undang ini
diundangkan .

BAB X IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 84
Pada saat Undang -Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan
Perundang -undangan yang terkait dengan Ormas , dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang Undang ini.

Pasal 85
Pada saat Undang -Undang ini mulai berlaku , Undang -Undang
Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3298) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 86
Peraturan pelaksanaan dari Undang -Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang –
Undang ini diundangkan .

Pasal 87
Undang -Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

– 35 –

Agar setiap orang mengetahuiny a, memerintahkan
pengunda ngan Undang -Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 116

Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang -undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

PENJELASAN
ATAS
UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN

I. UMUM
Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin
kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara individu
ataupun kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara
Kesatuan Re publik Indonesia sebagai perwujudan hak asasi manusia.
Pasal 28J ayat (2) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya
secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib men ghormati hak asasi
manusia lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
undang -undang dengan maksud semata -mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai -nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang
demokratis.
Organisasi Kem asyarakat an yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala
bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah
perkembangan kehidup an bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia, Ormas
merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan di antaranya
Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Ormas lain yang
didirikan sebe lum kemerdekaan Republik Indonesia. Peran dan rekam jejak
Ormas yang telah berjuang secara ikhlas dan sukarela tersebut
mengandung nilai sejarah dan merupakan aset bangsa yang sangat penting
bagi perjalanan bangsa dan negara.

Dinamika . . .

– 2 –

Dinamik a perkembangan Ormas dan perubahan sistem pemerintahan
membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi kemasyarakatan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pertumbuhan
jumlah Ormas, sebaran dan jenis kegiatan Ormas dalam kehidupan
de mokrasi makin menuntut peran, fungsi dan tanggung jawab Ormas untuk
berpartisipasi dalam upaya mewujudkan cita -cita nasional bangsa
Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Peningkatan peran dan fu ngsi Ormas dalam
pembangunan memberi konsekuensi pentingnya membangun sistem
pengelolaan Ormas yang memenuhi kaidah Ormas yang sehat sebagai
organisasi nirlaba yang demokratis, profesional, mandiri, transparan, dan
akuntabel.
Pancasila merupakan dasar d an falsafah dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga Negara, baik
secara individu maupun kolektif, termasuk Ormas wajib menjadikan
Pancasila sebagai napas, jiwa, dan semangat dalam mengelola Ormas.
Pengakuan da n penghormatan terhadap Pancasila dan Undang -Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar dan falsafah
berbangsa dan bernegara, tetap menghargai dan menghormati
kebhinnekaan Ormas yang memiliki asas perjuangan organisasi yang tidak
berte ntangan dengan Pancasila, dan begitu pula Ormas yang menjadikan
Pancasila sebagai asas organisasinya.
Pergaulan internasional membawa konsekuensi terjadinya interaksi antara
Ormas di suatu negara dan negara lain. Kehadiran Ormas dari negara lain
di Indonesia harus tetap menghormati kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara,
serta tetap menghormati nilai sosial budaya masyarakat, patuh dan tunduk
pada hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, Undang -Undang
mengatur Ormas yang didirikan warga negara asing dan badan hukum
asing yang beroperasi di Indonesia.
Dinamika Ormas dengan segala kompleksitasnya menuntut pengelolaan dan
penga turan hukum yang lebih komprehensif. Undang -Undang Nomor 8
Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44) yang ada saat ini sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat ,
berbangsa, dan bernegara . Oleh karena itu, diperlukan penggantian
Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Undang -Undang . . .

– 3 –

Undang -Undang tentang Organisasi Kem asyarakat an terdiri atas 19 Bab
dan 87 Pasal. Undang -undan g ini mengatur mengenai: pengertian ; asas ,
ciri , dan sifat ; tujuan , fungsi , dan ruang lingkup ; pendirian; pendaftaran;
hak dan kewajiban; organisasi , kedudukan , dan kepengurusan ;
keanggotaan ; AD dan ART ; keuangan ; badan usaha ; dan pemberdayaan
Ormas. Selain itu, Undang -Undang ini mengatur mengenai ormas yang
didirikan oleh warga negara asing ataupun ormas asing yang beraktivitas di
Indonesia ; pengawasan ; penyelesaian sengketa organisasi ; larangan ; dan
sanksi. Pengaturan tersebut dih arapkan dapat menjadi aturan yang lebih
baik dan memberikan manfaat kepada sistem kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g . . .

– 4 –

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “mewujudkan tujuan negara” adalah
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang -Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dun ia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15 . . .

– 5 –

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas .

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29 . . .

– 6 –

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42 . . .

– 7 –

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kegiatan politik” adalah kegiatan yang
mengganggu stabilitas politik dalam negeri, penggalangan dana
untuk jabatan politik, atau propaganda politik.

Huruf e . . .

– 8 –

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “sarana dan prasarana pada instansi
atau lembaga Pemerintahan”, antara lain kantor, kendaraan
dinas, pegawai, dan peralatan dinas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ tanpa izin” adalah tanpa izin dari
pemilik nama, pemilik lambang , atau bendera negara,
lembaga/badan internasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat 2 . . .

– 9 –

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan „‟ajaran atau paham yang bertentangan
dengan Pancasila ‟‟ adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme –
leninisme.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penghentian bantuan dan/ atau hibah”
adalah penghentian oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah
Daerah atas bantuan dan/ atau hibah yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Huruf c
Penghentian sementara kegiatan dalam ketentuan ini tidak
termasuk kegiatan internal , seperti rapat internal Ormas.
Huruf d
Cuku p jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67 . . .

– 10 –

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “permohonan” tidak dapat diartikan
sebagai perkara voluntair yang diperiksa secara ex parte , tetapi
harus diperiksa secara contentiusa , yaitu pihak yang
berkepentingan harus ditarik sebagai termohon untuk memenuhi
asas audi et alteram partem.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75 . . .

– 11 –

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5430